Rumah konsep pesanstren

Kebahagiaan Terlarang, Tapi Banyak yang Mengharapkannya

- November 12, 2017
Bahagia yang Terlarang (ilustrasi)


Sebagian besar manusia mencari bahagia dalam kehidupannya. Bahagia sebagai sebuah capaian memiliki definisi yang beragam dan tak sama antara satu orang dengan orang lain. 

Bahagia yang disebutkan di dalam Al-Qur’an Al-Karim, kadang dinisbatkan juga kepada orang kafir, bukan hanya miliki orang beriman.




Bahkan ada satu jenis perbuatan yang disebutkan sebagai bahagia, tapi hal ini terlarang dan berdampak siksa di akhirat.

Mirisnya, kebahagiaan ini justru diharapkan oleh banyak orang di muka bumi ini. 

"Yang demikian itu disebabkan karena kamu berbahagia di muka bumi dengan tidak benar dan karena kamu selalu berbahagia (dalam kemaksiatan).” (Qs. Ghafir [40]: 75)

Menjelaskan makna ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan di dalam tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, “Para malaikat berkata (kepada orang kafir), 'Yang kalian alami ini merupakan balasan atas kebahagiaan kalian di dunia dengan tidak benar, serta kesenangan, keburukan dan kesombongan kalian.’” 

Orang-orang kafir itu, ternyata mendapatkan siksa karena kebahagiaan yang mereka alami di dunia. Mereka berbahagia dalam kesenangan yang tidak benar.

Mereka merasa bahagia saat berlaku sombong. Mereka merasa senang saat bergelimang dalam kesia-siaan, maksiat, dan berbagai amal keburukan lainnya.




Sedangkan pemikir Muslim dari Mesir, Sayyid Quthb, menjelaskan makna ayat ini dalam Fi Zhilalil Qur’an, “Kesombongan merupakan sumber kehinaan. Balasan atas kesombongan ialah penghinaan.”

Satu diantara makna kesombongan ialah menolak kebaikan yang berasal dari orang lain.

Orang sombong merasa paling benar, dan selain dirinya salah. Orang yang sombong juga merasa paling hebat, merasa lebih baik dari orang lain. 

Seperti iblis yang merasa lebih mulia dari Adam ‘Alaihis salam hanya karena tercipta dari api sedangkan Adam diciptakan dari tanah dan air yang hina (sperma).

Kesombongan juga dinisbatkan kepada Fir’aun terlaknat karena menganggap diri paling tinggi dan mengaku sebagai Tuhan yang maha tinggi. Fir’aun merasa bisa menghidupkan dan memastikan dengan cara-cara yang zhalim.

Hari ini, kebahagiaan yang tak benar ini kian merebak. Banyak sekali orang yang berlomba mendapatkannya. Tak sedikit yang berduyun-duyun menuju suatu lokasi atas nama gengsi, berdalih hiburan, dan demi sebuah kesenangan, padahal perbuatan tersebut termasuk kemaksiatan.

Kebahagiaan-kebahagaiian jenis inilah yang harus dihindari demi menjaga keimanan, demi mendapatkan bahagia yang sejati di akhirat kelak. [Tarbawia/Mbah Pirman]



Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search