Salah satu akhlak mulia dan termasuk bagian dari cabang
iman adalah memenuhi janji. Apa itu memenuhi janji dan bagaimana hukumnya?
Pengertian Memenuhi Janji
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), janji memiliki lima arti. Pertama, ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu).
Kedua, persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu). Ketiga, syarat; ketentuan (yang harus dipenuhi).
Lalu keempat, penundaan waktu (membayar dan sebagainya); penangguhan. Dan kelima, batas waktu (hidup); ajal.
Tiga makna pertama terkait dengan akhlak yang kita bahas. Dengan demikian, memenuhi janji artinya menepati ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan berbuat sesuatu, tidak melanggar persetujuan antara dua pihak, dan memenuhi syarat atau ketentuan yang telah menjadi kesepakatan bersama.
Memenuhi janji merupakan salah satu dari syu’abul iman (شعب الإيمان) atau cabang-cabang iman. Ia juga merupakan karakter seorang mukmin, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. (QS. Al-Mu’minun: 8)
Sebaliknya, mengingkari janji adalah salah satu tanda kemunafikan. Orang yang selalu ingkar janji bisa dipastikan terhinggapi nifaq amali.
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ
أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Baca juga: Mimpi Melawan Jin dengan Ayat Kursi
Hukum Memenuhi Janji
Para ulama terbagi dalam tiga pendapat terkait hukum menepati janji. Pertama, jumhur ulama berpendapat jika janji itu murni berbuat baik kepada orang lain, maka menepatinya hukumnya mustahab (sunnah) tidak sampai wajib. Contoh, seseorang berjanji akan mentraktir temannya makan siang.
Kedua, Imam Malik berpendapat menepati janji itu wajib jika membuat orang lain melakukan tindakan tertentu dan apabila janji tersebuh tidak dipenuhi, ia akan rugi atau mengalami kesulitan. Contoh, seorang paman berjanji membiayai walimah keponakannya. Kepokanan yang tadinya tidak berani menikah karena terkendala biaya walimah akhirnya melamar calon istrinya. Jika pamannya tidak menepati janji, pemuda tersebut akan kesulitan bahkan menanggung malu.
Ketiga, sebagian ulama berpendapat menepati janji hukumnya wajib secara mutlak. Khususnya janji dalam urusan kebaikan. Yakni jika janjinya tersebut tidak bertentangan dengan syariat dan tidak dalam rangka bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memerintahkan memenuhi janji dan hukum asal perintah adalah wajib.
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra’: 34)
Namun,
jika janjinya itu dalam rangka maksiat kepada Allah atau perbuatan dosa, maka
haram memenuhi janjinya tersebut. Misal, seseorang berjanji mentraktir minuman
keras kepada temannya. Janji ini haram jika dipenuhi. Ia harus membatalkan
janjinya. Demikian menurut Imam Syafi’i danImam Malik.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, ia tidak boleh memenuhi janjinya tersebut dan berkewajiban membayar kafarat (denda) karena sudah terlanjur berjanji. Yakni memerdekakan budak, memberi makan 10 fakir miskin, atau puasa tiga hari. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Tarbawia.net]
EmoticonEmoticon