Rumah konsep pesanstren

Sebut Saja "Non NU"

- Maret 04, 2019


Sebut Saja “Non NU"

Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama, yang disampaikan lansung oleh pimpinan sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Abdul Moqsith Ghazali, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Kamis 28 Februai 2019, menyerankan agar Warga Negara Indonesia yang beragama non-muslim tak lagi disebut sebagai kafir. 




Sebab, menurut mereka, kata kafir dianggap mengandung unsur kekerasan teologis. Masalah ini sebenarnya menarik untuk dikaji lebih dalam dan dibentangkan dalam sebuah diskusi. Dan sampai saat ini, sudah banyak tanggapan yang berseliweran, baik dari kalangan NU sendiri maupun dari kalangan Non NU. Ada yang menyetujuinya, dan ada pula yang menolaknya. Semua lengkap dengan dalilnya dan logikanya. Kita bisa dengan mudah mendapatinya di share di Media Sosial. Atau bisa juga di searching di Google.

Dalam artikel singkat ini, saya tidak akan ikut mengomentari masalah tersebut. Kita tidak memungkiri, NU sangat perhatian sekali dan baik sekali kepada kalangan Non Muslim. Bahkan, Gereja pun dijaga Banser ketika Natal. 

Hanya saja, saya ingin mengomentari sikap NU terhadap kaum muslimim, yang tidak berada di barisan NU. Justru, seringkali menjadi korban “kekerasan verbal” dari beberapa “oknum” NU. Sekali lagi; Oknum. Dituduh “Wahabi” atau Radikal atau Konservatif. 




Saya tidak ingin mengatakan semuanya, sebab saya juga memiliki beberapa teman dan guru yang berasal dari organisasi NU, tapi baiknya luar biasa, lisan terjaga, adabnya pun begitu. 

Ingin saya, jikalau NU bisa menghasilkan keputusan yang begitu “perhatian” sekali kepada Non Muslim, kenapa tidak diterapkan juga kepada sesame muslim. Himbau seluruh warga NU, buat keputusan atau himbauan resmi “Jangan lagi ada yang memanggil selain NU, dengan sebutan yang menyakitkan; Wahabi, Radikal, dan sejenisnya. Sebab itu kekerasan.” 

Sebut saja, misalnya, Saudara Non NU. Kan lebih elegan. Lebih enak didengar. ^_^

Menjaga lisan sesama muslim, merupakan sesuatu yang Qath’i dalam agama, pasti, Ijma’, tanpa perlu diperdebatkan lagi. Jikalau ada yang rasanya tidak sesuai dengan selain NU, misalnya suka membidahkan, suka mengkafirkan, saya rasa itu juga tidak bisa disamaratakan. Tidak semuanya begitu.

Umat Islam ini harus satu barisan. Satu shaf. Jikalau ada masalah, maka seharusnya duduk bersama, mencari jalan keluar. Kata-kata yang baik, kata Thomas Fowler, adalah senjata paling efektif. Semua masalah akan terurai karenanya. 

Tabik.



Tarbawia
Bijak Bermedia, Hati Bahagia

Bergabung Untuk Dapatkan Berita/Artikel Terbaru:

Info Donasi/Iklan:

081391871737 (Telegram)



Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search