Rumah konsep pesanstren

Putusan MK Diterima dengan Kebesaran Jiwa?

- Juni 27, 2019


PUTUSAN MK DITERIMA DENGAN KEBESARAN JIWA ?
Oleh : Nasrudin Joha 

Kuasa hukum TKN mengunggah kata-kata bijak, menurut Yusril masyarakat diminta menerima putusan MK dengan kebesaran jiwa. Yusril juga meminta agar tidak ada lagi pertentangan setelahnya.

Sementara kubu 02, menjawab pertanyaan wartawan dengan menyodorkan muka. Menurut BW (Bambang Widjoyanto), mukanya bisa dibaca akan menerima putusan. Tidak mungkin menolak.

Secara hukum, putusan MK memang putusan final & binding. Tidak ada opsi pikir-pikir, menolak putusan, mengajukan banding, kasasi, dll. Ya, suka tidak suka ya harus diterima. Memangnya konstitusi memberi opsi untuk menolak ? Memberi opsi untuk mengajukan upaya hukum ?

Secara politik, publik sudah dapat mengetahui -dengan derajat kepastian 1000 prosen- bahwa putusan MK akan mengokohkan kemenangan untuk rezim curang. Sebagaimana saya sampaikan jauh hari, sejak sebelum proses gugatan di MK, sejak hiruk pikuk di MK, bahwa putusan pemenangan untuk mengokohkan rezim curang, sudah dipersiapkan jauh hari, bahkan sejak Pilpres belum dilaksanakan.

Keyakinan atas adanya Kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, masif dan brutal (TSKB) harus meliputi hingga proses di MK. Tidak mungkin, kecurangan memenuhi unsur TSMB hanya berujung di KPU, karena ujung perhelatan Pilpres itu hingga ke MK.

Pertanyaannya, apakah rakyat akan berjiwa besar ? Menerima putusan MK ? Mari kita urai, apakah rakyat memiliki jiwa besar, atau telampau luas dadanya, dan jiwanya juga terlampau besar.

Kita urut sejak aksi 411, 212, hingga reuni 212. Rakyat sudah muak, dengan rezim yang melindungi penista agama. Rakyat sudah jengah, pada rezim zalim yang mengkriminalisasi ulama, simbol dan ajaran Islam. Rakyat juga sudah bosan, dengan kesulitan hidup akibat kebijakan zalim rezim yang menumpuk hutang, menjual aset negara, tebar tipu dan dusta, khianat pada amanat rakyat.

Namun, rakyat tetap berjiwa besar dan berlapang dada. Meskipun ingin cepat ganti Presiden, rakyat tetap memiliki kebesaran jiwa untuk menunggu pergantian Presiden hingga Pilpres.

Saat kampanye Pilpres, rakyat juga marah melihat proses politik yang tidak fair. Keberpihakan alat dan instrumen negara kepada rezim, penyalahgunaan wewenang, persekusi kepada oposisi, dll. Rakyat, tetap memiliki kebesaran jiwa mau mengalah dan tetap mengikuti proses pemilu dan Pilpres, dengan mendatangi bilik-bilik suara.

Saat pengumuman KPU, rakyat kembali marah, karena pengumuman itu dimajukan, di waktu malam, saat situng belum kelar menghitung total suara. Bahkan, hingga pengumuman keputusan yang mencederai nurani rakyat, rakyat masih berbesar jiwa, membawa perkara ke forum MK dan tidak mengadilinya melalu Mahkamah Rakyat.

Sekarang, saat hendak putusan, rakyat diminta kembali berbesar hati dan memiliki kebesaran jiwa ? Omong kosong !

Yang tidak memiliki kebesaran jiwa itu pemimpin yang memaksakan diri, meski rakyat telah emoh padanya. Yang berjiwa kerdil itu yang terbukti curang, tapi ngotot tetap dimenangkan. Yang berpotensi menimbulkan pertentangan, itu rezim dusta yang mengkhianati kejujuran rakyat.

Saya tegaskan sekali lagi. Rakyat pasti menerima putusan MK. Sebab, secara formil memang putusan MK itu final dan mengikat, mau diapakan lagi ?

Rakyat juga pasti berbesar jiwa, karena putusan yang akan dibacakan itu sudah beredar materinya ditengah rakyat. Rakyat sudah paham, keputusannya adalah sejumput kekuasaan yang mengangkangi segudang ilmu dan kepintaran.

Rakyat tahu, argumentasi dan dasar-dasar permohonan 02 lebih kokoh dalil-dalilnya ketimbang kubu 01 yang bahkan banyak ngeles, hingga urusan dana kampanye sampai berani ngeles salah input. Namun, rakyat juga tahu, putusan MK adalah putusan politik, sengketa MK adalah sengketa politik, sementara kekuasaan politik eksisting berada dibawah kendali rezim curang.

Jadi, dengan itu saja kami rakyat akan berbesar jiwa. Namun, bukan berarti diam. Perlawanan akan kami lanjutkan, dengan kebesaran jiwa kami akan  terus melakukan kritik dan mengontrol jalannya kekuasan. Kami tidak ingin didakwa anak cucu kami hanya mewariskan hutang dan problem bangsa, tanpa menyisakan sedikitpun warisan sikap ksatria, jiwa pahlawan dan mengunggah komitmen sebagai seorang negarawan. [].
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search