Rumah konsep pesanstren

212 dari Perspektif Gerakan Sosial

- Desember 04, 2018

Oleh : Sumardi

Gerakan 212 adalah sebuah fenomena baru dalam sejarah demokrasi Indonesia. Ia lahir dan tumbuh dari kesadaran kolektif umat Islam, untuk memperjuangkan hak – hak keadilan dan persamaan di muka hukum.




Tidak sedikit yang menilai bahwa, gerakan 212 adalah gerakan politik untuk tujuan tertentu, terlebih menjelang tahun politik, Pemilu dan Pilpres tahun 2019.

Interpretasi ini tentu tidak salah, tergantung dari sudut pandang mana kita menilainya. Dan itu sah – sah saja dalam dialektika berdemokrasi.

Saya mencoba melihat gerakan 212 dari sudut pandang gerakan sosial (social movement). Untuk memahami istilah gerakan sosial, penting untuk menengok kembali kemunculan teori gerakan sosial pada awal tahun 1950 an.

Pada tahun kisaran tahun 1960 an psikologi sosial, didominasi oleh kajian tentang gerakan sosial, yang bersandar pada pendekatan prilaku kolektif (collective behavior), yang memandang gerakan sosial sebagai ”
bentuk dari kerumunan dan kepanikan sosial “.

Kemudian pendukung teori mobilisasi sumber daya (resources mobilisation), mengritik teori collective behavior, dan mulai memformulasikan gagasan mengenai pentingnya faktor – faktor organisasi, dan struktur politik untuk mengkaji pergolakan sosial.

Kita coba membaca karakteristik gerakan sosial, yang dikemukakan McAdam dan Snow. Pertama, berbentuk aksi – aksi kolektif dan bersama ; kedua, memiliki tujuan yang berotentasi perubahan ; ketiga, memiliki karakter sebagai organisasi ; keempat, memiliki aspek kontinitas, meski kadang temporal ; kelima, aksi kolektif bersifat ekstra institusional, atau kombinasi antara demonstrasi jalanan dan lobi.

Dengan mengawinkan lima elemen diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa, kolektivitas atau tindakan sekelompok orang, yang dilakukan oleh organisasi, dan memiliki dimensi keberlanjutan diluar prosedur dan mekanisme institusional politik formal, dengan tujuan yang sama menginginkan perubahan.




McAdam dan Snow tetap berpandangan bahwa, aktor – aktor utama gerakan sosial adalah pihak luar diluar elemen pelembagaan politik formal, termasuk partai politik.

Dengan sedikit mengambil garis berbeda dari arus utama gerakan sosial, saya memposisikan gerakan 212 sebagai gerakan sosial (social movement).
Ada trend yang sedang berkembang dalam ranah gerakan sosial untuk melihat protes sebagai ” politik dengan cara lain”.

Ada kerendahan hati untuk mengakui secara intelektual bahwa, politik institusional dan gerakan ekstra – institusional adalah, dua dunia yang tidak bersifat mutually exclusuve, tapi justru saling bersinggungan dan saling terkait.

Jika gerakan 212 dipandang sebagai organisasi gerakan sosial, maka keberadaannya bisa dijelaskan melalui tiga faktor, Pertama, struktur kesempatan politik ; Kedua, mobilisasi sumber daya ; Ketiga, pembingkaian aksi kolektif. []

Tarbawia
Bijak Bermedia, Hati Bahagia

Bergabung Untuk Dapatkan Berita/Artikel Terbaru:


Info Donasi/Iklan:

085691479667 (WA)
081391871737 (Telegram)



Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search