Rumah konsep pesanstren

Terungkap! Ini Dalang Pembisik Isu Prabowo HTI

- April 04, 2019



Isu Suriah dan Khilafah dalam Agenda Pemilihan Global: Siapa Dalangnya?
Oleh: Azam Mujahid Izzulhaq

Kita mungkin pernah mendengar, melihat atau membaca mengenai jargon "Jangan Suriah-kan Indonesia". Sebuah jargon yg digunakan oleh mereka yg berambisi untuk melanggengkan kekuasaan ditambah dengan menyusupkan agenda Islamophobia.

Mungkin kita mengira penggunaan isu Suriah ini adalah agenda lokal saja. Namun, faktanya penggunaan isu Suriah ini bukan saja di negara kita. Melainkan juga di negara-negara yg sedang akan menjalankan pemilihan pergantian kepemimpinan. 

Demikian juga dengan Khilafah. Penggunaan isu ini juga digunakan. Ditambah dengan menakut-nakuti bahwa Khilafah adalah momok yg membahayakan sebuah kedaulatan negara. Kemudian, dijadikan jargon dan media untuk menembus bilik-bilik rumah rakyat yg sebelumnya dicekoki dengan frame yg distorsi mengenai Khilafah.

Penggunaan isu Suriah dan Khilafah ini memang dianggap cukup efektif di era saat ini. Di saat kesadaran masyarakat global terhadap informasi dan ilmu pengetahuan tereduksi. Kondisi ini memang anomali di tengah begitu mudahnya akses informasi dapat diperoleh dengan terbuka. Namun, kondisi anomali ini juga bukan tanpa sebab. Karena justru dengan kondisi mudahnya masyarakat mengakses sebuah informasi, mereka yg berkepentingan dengan ini semua sengaja membuat konten pendistorsian informasi dan ilmu pengetahuan mengenai Suriah dan Khilafah menurut versi mereja dalam jumlah yg masif (viral).

Di Turki yg telah menjalani pemilihan kepala daerahnya misalnya, secara terbuka penggunaan isu Suriah dan Khilafah ini digunakan. Targetnya adalah generasi milenial yg 'miskin' informasi dan ilmu pengetahuan yg mencari referensi hanya pada layar gadgetnys masing-masing saja. Dan, efektif. Di kawasan Istanbul, khususnya Distrik Fatih, para pemilih berbondong-bondong kemudian memilih koalisi partai politik yg mengangkat isu ini. Dibumbui dengan fitnah bahwa para calon keoala daerah dari kubu lawannya akan mengusung kembali agenda pengembalian Khilafah ke dalam sistem ideologi Republik Turki dan pengistimewaan rakyat Suriah yg tinggal (pengungsi) di Istanbul. Sederhannya, kalau AKP menang, maka Turki akan berganti sistem menjadi Khilafah dan orang-orang Suriah akan lebih maju ketimbang orang-orang Turki itu sendiri.

Beragam spanduk yg isinya menakut-nakuti masyarakat khususnya pemilih dipasang. Walau dalam hitungan hari kemudian dilepas lagi. Tapi, bukan masalah dilepasnya. Karena pemasangan spanduk bertuliskan isu Suriah dan Khilafah ini bukan target utamanya. Karena saat ini masyarakat banyak yg tidak begitu memperhatikan spanduk, baliho, banner atau media penyampai informasi yg sifatnya konvensional. Target utamanya adalah pem-viral-an di sosial media. Viral di sosial media jauh lebih efektif untuk merekayasa pikiran masyarakat di era ini.

Dan, hasilnya memang efektif. Di Istanbul, koalisi AKP dan MHP kalah. Salah satu faktor penyebabnya adalah penggunaan isu Suriah dan Khilafah ini oleh koalisi sebelah (CHP dan Iyi Parti). Padahal, koalisi AKP dan MHP tidak pernah mengusung kedua agenda tersebut.

Di Indonesia, koalisi PKS, PAN, Gerindra, Demokrat, Berkarya dan Idaman yg menjadi sasaran fitnah isu Suriah dan Khilafah ini. Agenda 2019 Ganti Presiden didistorsi menjadi 2019 Ganti Sistem, Prabowo menang Pancasila diganti Khilafah dan lain sebagainya. Beragam 'spanduk rekaan' menjadi corong fitnah, walau kemudian dipasang di pinggir jalan sepi lalu dilepas kembali, namun rekayasa pemasangan tersebut diviralkan di media-media sosial bahkan hingga saat ini.

Bahkan, nyata-nyata disuarakan oleh 'pejabat tinggi negara'. Targetnya seperti yg disampaikan di atas: pelanggengan kekuasaan dan Islamophobia.

Pertanyaannya, siapa dibalik pencipta penggunaan isu ini? Yg pasti bukan tokoh di tingkat level nasional saja. Ini adalah agenda global yg tokoh dalangnya tentu saja bukan 'kaleng-kaleng'. Karena dalam waktu yg hampir bersamaan, penggunaan isu Suriah dan Khilafah ini muncul 'begitu saja'.

Ada ideologi yg sedang bermain karena melihat semakin mesranya kaum nasionalis dengan kaum relijius dalam membangun bangsa dan negaranya. Ada yg khawatir jika nasionalis dan relijius bergandeng tangan membangun sebuah peradaban baru yg adil dan makmur. Ada yg kebakaran jenggot melihat mulai bersatunya masyarakat dalam kesamaan visi dan misi. Dan perlu diketahui, penggunaan isu yg membenturkan nasionalis dan relijius bukan digunakan saat ini saja oleh pihak tertentu itu, melainkan pola yg dimainkan sejak lama. Setidaknya, pada masa Jenderal Besar A.H. Nasution, Ketua MPRS yg juga pernah menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, yg juga korban dari pengkhianatan G30S/PKI secara terbuka menyatakan: "Mempertentangkan Pancasila dan Islam (baca: nasionalis dan relijius) adalah Proyek PKI".

Dan, satu-satunya ideologi yg tak senang nasionalis dan relijius bergerak bersama adalah ideologi komunis. Perhatikan saja behavior pergerakannya. Bukan saja tidak senang terhadap bersatunya nasionalis dan relijius, mereka bahkan sama-sama bersikap ramah terhadap negara kiblat komunis dunia saat ini, China. Mereka juga sama-sama senang dan bangga bahkan mensupport program globalnya, One Belt One Road (OBOR).

***
Insert: Spanduk yg sempat viral di Istanbul sebelum pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Turki beberapa hari lalu yg menggunakan isu Suriah sebagai agendanya. 

Perhatikan warna yg dipilih sebagai identitasnya. Sama?

#AMI
#SelamatkanIndonesia
#LintasanPikiran
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search