Doktor Miftah El Banjary yang menempuh pendidikan Doktoral Bidang Sastra Arab Klasik di Universitas Ain Shams, Kairo Mesir membuka kengerian disertasi Abdul Aziz yang kontroversial.
Katanya:
Saya sudah sekilas membaca disertasi Pak Abdul Aziz pada Bab II Institusi Sosial Berbasis Sosial. Asli Ngeri!
Kerangka teoritis yang dibangun terlihat sangat kuat dengan referensi-referensi pendukung yang tidak mudah dibantah orang awam dengan pendekatan semantis, namun bagi saya yang memang bidangnya semantik, saya tahu dimana, penulis mulai bermain-main dengan logika semantiknya dalam menguatkan argumentasinya.
Yang bersangkutan membangun pemahaman sangat mendasar tentang "Milkul yamin" sangat halus sekali dengan menalogikan sebagai relasi hubungan antara majikan dan budak dengan dukungan pendapat para ulama, semisal imam Syafie, tafsir At-Thabari, Ibnu Katsir hingga Tafsir Hamka.
Namun setelah itu, si penulisnya "pinter" bermain qiyas logika secara pendekatan semantik atau akar kata untuk kemudian membangun paradigma baru untuk memposisikan kesyariatan memiliki budak atas dasar perjanjian dan komitmen, lalu cuma mengambil sisi akadnya sepihak untuk ditarik ke ranah kekinian. Luar binasa sekali konklusi akhir yang ingin dicapai.
Hanya satu kata bantahan saya, Anda Menggunakan "QIYAS MA'AL FARIQ", yaitu menganalogikan persoalan yang sudah tidak relevan lagi, tapi dipaksakan pemahaman muncul pada saat ini.
Persoalan perbudakan tidak ada lagi saat ini. Sistem perbudakan klasik secara makna hakiki telah dihapus, maka konsep "Milkulyamin" yang Anda usung tidak sedang relevan lagi untuk masa saat ini. [DR. KH. Miftah el-Banjary, MA]
Advertisement
EmoticonEmoticon