Rumah konsep pesanstren

Sehebat Apapun sebagai Anak, Jangan Songong ke Orang Tua

- Oktober 22, 2019


Sehebat Apapun sebagai Anak, Jangan Songong ke Orang Tua

Dalam rangka belajar menjadk anak shalih,  berkomitmenlah untuk tidak mengomentari ayah dan ibumu (orang tua) secara langsung apalagi di media sosial, meski keduanya salah. 

Kenapa? Karena kita bisa terpancing emosi, berkata kasar, kemudian hati keduanya terluka. 

Berarti membiarkan orang tua dalam kesalahan dong? Tidak, demi Allah.

Terus? Ada mekanismenya. 

Pertama, pahami adab dan hitung tingkat kelirunya. 

Kedua, sampaikan dengan cara yg benar, pada waktu yang tepat; secara fisik, pikiran, dan hati. 

Bentuknya bagaimana? Jangan merasa benar meskipun sebagai anak berada pada pihak yang benar.

Kemudian niatkanlah sharing, berbagi pendapat. Bukan sebagai bos yang sombong, atau atasan yang merasa instruksinya kudu diterima 

Gunakan kalimat yang baik. Bisa berupa pertanyaan.

Misalnya, "Pak/Bu, tadi kan bapak/ibu bilang begini ya? Maksudnya bagaimana ya? Mohon maaf, tadi kurang fokus."

Atau kalimat lain yang menandakan bahwa kita sebagai anak adanya di bawah, meski secara intelektual, harta, pekerjaan/jabatan, strata sosial berada di atas orang tua. 

Selanjutnya, jika memang orang tua keliru, sampaikan usul dengan bahasa yang santun. Catat ya, usul. Bukan perintah apalagi penghakiman.

Misalnya, "Oh begitu... Tapi kalau yang saya tahu, dari guru saya, terkait itu begini, bla bla bla." 

Rendahkan nada. Turunkan ego. Bicaralah dengan hati. Jangan panasi otak dengan emosi dan merasa benar.

Jika orang tua ngotot dengan pemahamannya, ya sabar. Jangan vonis. Apalagi memaksa bahwa ortu salah dan harus ikuti pemahaman kita, saat itu juga.

Ini berlaku bagi semua anak ya. Meski anak itu sudah kaya raya dan menjamin semua kebutuhan orang tuanya. Apalagi kalau sebagai anak belum ngasih apa-apa, baktinya kudu jauh lebih besar, meski orang tua tak pernah memintanya. 

Mengapa saya tulis ini? Karena sekarang akhir zaman. Tandanya: banyak anak yang ngurus dirinya sendiri saja blepotan tapi sok-sokan ngatur/ngomentarin orang tua dengan pemahamannya yang seuprit.

Bahkan ada yang mengumpulkan semua saudaranya dengan dalih makan-makan/kumpul-kumpul, lalu ada pembicaraan memojokkan dan menghakimi orang tua untuk dikuliti semua salahnya, meski sekecil lalat. 

Ingatlah diriku, dan kawan-kawan semua, anak akan terus diuji dengan orang tua. Dan anak mustahil sukses ketika masih menggores luka di hati ayah dan ibunya.

Bahkan jika kita menggendong orang tua dari rumah sampai ke Makkah lalu thawaf 7 kali pun tak akan pernah bisa mengganti satu tetes darah ibu yang mengalir saat persalinan. Belum lagi tetes keringat ayah yang mengatakan kenyang meski kelaparan saat bekerja demi kenyang bagi anak-anaknya.

Sudahi. Jangan dilanjutkan. Allah punya mekanisme yang mustahil dilawan. Salah satunya: Ridha Allah tergantung ridha orang tua. 

Lah ini, sudah gak dapatkan ridha Allah, songong pula ke orang tua. 

Na'udzubillahi min dzalik.

*Ditulis dengan linangan air mata membayangkan wajah Pae dan Mae. 
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search