Rumah konsep pesanstren

Mantan Pecandu Game Angkat Suara Soal Esports

- April 14, 2019



Apa Sih Esports?

Pernah menulis soal ini tapi karena teman-teman colekin saya soal debat capres tadi malam mengenai Esports, baik saya tulis kembali, biar tidak ada 'perang' di antara para pendukung capres. Saya buat dalam bentuk FAQ (Frequently Asked Questions)

Appan sih E-Sports itu?

Ya dari kata sport dan E (electronic), maksudnya olah raga namun lewat media elektronika, kok bisa, ya mirip catur itulah, fokus utamanya lebih ke pengolahan pikiran atau otak disertai sedikit skill motorik. Itulah kenapa rata-rata pemain Esports memang 'cerdas' karena membutuhkan perpaduan strategi dan skill motorik.

Apakah boleh?

Ya kita ambil hukum umum dasar dalam islam saja (karena saya muslim) bahwa masalah keduniaan pada dasarnya halal sampai ada hukum syariat yang mengharamkan.

Bedanya dengan Gamer?

Ya bedalah walau hampir sama. Apa yang dimainkan dan medianya bisa sama namun posisinya berbeda. Kalau gamer itu ya seseorang yang hobi atau sekedar having fun dengan game.

Nah kalau orang yang masuk dunia Esports disebut atlet atau kalau mau tetap menggunakan kata 'gamer' maka dia bisa disebut Pro Gamer atau seorang gamer yang profesional, sungguh-sungguh bermain game secara profesional, bukan sekadar hobi atau having fun. Ada standar operasional prosedur yang harus dijalani guna menjadi atlet.

Saya pribadi lebih suka memakai atlet Esports agar mudah membedakannya.

Sejak kapan ada Esports?

Cikal bakal Esports dimulai dari Stanford University sekitar tahun 70-an, mahasiswa di sana mengadakan kompetisi main game Spacewar. Nah terus berkembang didukung oleh produsen game, console game, dan dipercepat lewat kemajuan teknologi IT seperti Internet hingga sampai saat ini.

Apa saja jenis E-Sports?

Bermacam-macam ada multiplayer online battle arena (MOBA), first-person shooter (FPS), fighting, digital collectible card games, battle royale games and real-time strategy (RTS), sport, dan lain sebagainya. Itupun masing-masing jenis masih ada sub jenisnya yang bisa dikompetisikan lagi.

Apakah kita hanya bisa menjadi atlet saja di Esports?

O jelas tidak, ya layaknya olah raga profesional lainnya maka yang terlibat bukan hanya atlet, ada manajer, host, pelatih, analis, pengamat, marketing, sponsor, ahli hukum, hingga penyiaran.
Jadi salah total kalau Esports itu gambarannya hanya menjadi atlet buat main game tapi bisa menjadi pelatihnya, bisa menjadi manajernya, dan yang lain seperti sudah saya sebutkan contoh di atas.
Kalau saya cocoknya menjadi pelatih, pengamat, dan analisis cieeee.....yang sudah tua (huaaaaa).

Bagaimana Esports di negara modern?

Woooo sudah sedemikian maju karena memang dukungan sistemnya sudah 'jadi' atau matang. Contohnya, seorang pengangguran di negara maju hidupnya ditanggung negara secara sosial, nah jadi kalau mau masuk menjadi atlet Esports ya tinggal mau pilih lewat jalan apa toh hidupnya sudah ditanggung negara, kalau berhasil atau sukses ya negara tidak menanggungnya lagi bahkan harus bayar pajak sesuai peraturan untuk membantu warga yang belum mampu.

Bukan hanya liga-liga lokal saja yang telah berjalan dengan baik namun juga sponsor, penonton, bahkan sekolahnya juga sudah ada. Para emak-emak di negara maju tidak bingung lagi kalau memang anaknya ingin menjadi atlet sudah tahu apa yang harus dikerjakan dan itu pun tidak mudah karena kemampuan pesaingannya juga keren-keren.

Oiya, kita bisa meniti karier sebagai atlet individu atau bergabung dalam sebuah tim.

Kalau di Indonesia?

PR-nya masih masih banyak kalau di Indonesia, contoh perbandingannya seperti liga sepakbola di negara Inggris dan di sini.
Di Inggris, liga sepakbola sudah menjadi industri bisnis raksasa yang luar biasa. Sekali main dalam sepekan seorang pemain sepakbola bisa digaji ratusan juta hingga miliaran.

Nah di Indonesia? Ya begitulah, masih mengandalkan APBD, APBN, atau sponsor. jangan heran kalau kadang ada pemain sepakbola sampai berbulan-bulan tidak digaji hingga ujungnya dagang kecil-kecilan buat bertahan hidup.

Lihat juga perbandingan stadionnya, kebiasaan penontonnya, sampai ke wasit dan teknologi yang digunakan.

Hal yang sama juga terjadi untuk Esports, di negara maju ya sudah serba lengkap segala hal yang mendukung ke arah sana, sebaliknya di Indonesia masih mengandalkan sponsor dan iuran pendaftaran dari peserta untuk tingkat lokal. Ada sebagian turnamen masuk tingkat internasional namun juga sama saja sangat memerlukan banyak sponsor.
Contoh mudahnya: Seorang atlet Esports di negara maju bisa hidup layak bersama keluarganya dengan hanya mengandalkan menjadi atlet Esports dengan catatan jika memang berprestasi, berarti ini profesi.

Nah kalau di Indonesia, misalnya ada seorang atlet yang menjadi juara internasional sekalipun setelah pulang ya paling menjadi endorser, berdagang, jualan ini dan itu, yang berarti tidak ada kesinambungan sebagai atlet alias bukan profesi.

Jadi kalau mau mengembangkan Esports di Indonesia bagaimana?

Ya semestinya ekonomi negara diperbaiki dulu agar tingkat hidup masyarakat sesuai atau di atas standar layak hidup internasional.

Perbaiki sistem Esports kalau perlu kembangkan sesuai budaya Indonesia sehingga jelas standar operasional prosedur menjadi atlet atau profesi lainnya dalam Esports, termasuk lembaga-lembaga resmi baik dari negara atau swasta yang mendukung hal ini.

Misalnya boleh bergabung menjadi atlet Esports di usia 12 tahun, sudah mandiri, sekolahnya bagaimana, dan lain sebagainya.

Memahamkan ke masyarakat tentang perbedaan Esports dan sekadar gamer, termasuk etika saat menjadi penonton sekalipun.

Memikirkan efek-efek negatif di masyarakat (ini perlu penelitian lama) dan bagaimana mencegah serta menanggulanginya.

Nah jadi dari penjelasan di atas pembaca sudah bisa mengira-ira nasib Esports ke depan di Indonesia bagaimana, jangankan Esport, bahkan sepakbola kita masih acakadul.

Mimpi, berharap, keinginan boleh saja namun kita juga harus realistis, bagian apa dulu yang harus diutamakan untuk dimajukan dari negara ini.

Bagaimana nasib para gamer Indonesia yang ingin menjadi atlet Esports? Ya silakan bisa bertanya kepada pemerintah atau asosiasi resmi yang menangani hal tersebut karena saya juga belum tahu standar operasional prosedurnya seperti apa.

Sinyo*

*Founder Yayasan Peduli Sahabat (yayasan sosial yang membantu orang non-heteroseksual, kecanduan game/gadget. kecanduan pornografi, seks pranikah, pelecahan/kekerasan seksual, dan perundungan)
*Mantan maniak game (core of the core gamer hahaha)
*Kontributor majalah Hotgame Gramedia 2005-2008
*Kontributor majalah Winning Eleven Gramedia 2005-2008
Advertisement

1 komentar:

avatar

Kasihan negara ini kalo sibuk pikir game, rakyat lebih perlu kerja dan produktif.


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search