Rumah konsep pesanstren

Data BNPB mengenai Jumlah Pengungsi Di Kabupaten Bogor Tak Sesuai Fakta Di Lapangan

- Januari 17, 2020





Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang disampaikan melalui keterangan persnya pada hari Ahad (12/01/2020) kemarin, bahwa jumlah pengungsi di Kabupaten Bogor meningkat, mencapai 21.742 jiwa berada di 33 titik pengungsian. Dari data di hari sebelumnya yang berjumlah 15.003 jiwa di 33 titik pengungsian di Kabupaten Bogor.

BNPB mencatat, total rincian pengungsi di Kabupaten Bogor: di Kecamatan Sukajaya 14.730 jiwa, Kecamatan Nanggung 5.310 jiwa dan Kecamatan Cigudeg 1.702 jiwa.

Namun BNPB sendiri menyebut, bahwa data ini masih belum pasti. Mengingat, masih banyak pengungsi yang masih belum terdata. Terutama pengungsi yang masih berada di lokasi terisolir di beberapa titik wilayah. 
Di Kecamatan Sukajaya, misalnya. Saat ini masih terdapat titik-titik di beberapa desa-desa yang masih terisolir, Seperti: Desa Cileuksa, Desa Urug, Kampung Ciparengpeng, dan beberapa titik lainnya.

Ketidak-pastian data jumlah pengungsi, baik yang dikeluarkan oleh BNPB maupun lembaga lainnya, juga perbedaan jumlah titik-titik pengungsian dan jumlah korban, ketika masih dalam kondisi darurat bencana memang sangat mungkin terjadi. Hal ini juga diamini oleh para relawan kemanusiaan yang berada di lapangan yang berjibaku langsung membantu korban bencana. Salah satunya adalah Waedy Aldamar, relawan Wahana Muda Indonesia (WMI) yang pada hari ke-10 (Jum’at, 10 Januari 2020) bencana berhasil menembus Desa Cileuksa yang masih terisolir dengan menggunakan motor trail, membawa bantuan logistik dan melakukan assessment di sana.

Menurut Waedy, data jumlah pengungsi, korban, maupun titik pengungsian yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga, termasuk BNPB, selama masa darurat bencana berlangsung pasti berbeda dengan fakta di lapangan. Hal ini wajar menurutnya. Karena kondisi yang belum memungkinkan untuk melakukan pendataan. Biasanya, lembaga-lembaga tersebut mendata titik yang bisa diamati saja, serta menggali informasi dari relawan yang turun ke lapangan, yang hasilnya juga belum tentu sama.

“saat masih dalam kondisi darurat bencana, sulit dilakukan pendataan. Karena kondisinya masih dinamis. Saat dilakukan pendataan, masih banyak pengungsi yang keluar-masuk pengungsian, baik untuk mengungsi ke rumah saudaranya yang berada di wilayah desa terdekat maupun untuk mencari kebutuhan logistik. Bahkan ada tenda pengungsian yang kosong saat kita data pada siang hari, ternyata malamnya penuh lagi orangnya,” ungkap Waedy.

Waedy mengaku, saat dirinya masuk ke CIleuksa berdua bersama rekannya, Yudistira, yang juga relawan WMI, ia mendapatkan data bahwa ada 4174 jiwa pengungsi yang tersebar di 11 titik pengungsian. Dengan jumlah terbesar pengungsi berada di alun-alun (lapangan) Desa Cileuksa yang berada tepat di depan kantor Balai Desa Cileuksa. Ke-11 titik pengungsian tersebut tidak semuanya bisa diakses, meskipun sudah berada di dalam Desa Cileuksa. Ada beberapa titik-titik pengungsian yang bahkan tidak bisa diakses sama sekali, karena jalannya terputus. Waedy sendiri tidak bisa memastikan, siapa yang membuat lampiran data yang tertempel di lokasi pengungsian tersebut. Apakah pihak perangkat desa, atau relawan kemanusiaan dan aparat yang sudah berada di sana sejak hari ke-2 dan membuat posko bantuan di dalam.

Dari data yang di dapatkan Waedy, juga menyebutan secara rinci jumlah korban jiwa akibat bencana sebanyak 2 orang, luka 1 orang, dan sakit 112 orang. Sementara, jumlah bangunan yang terkena bencana adalah; 1261 unit rumah, 4 masjid, dan 4 sekolah yang rusak terkena bencana. (lihat foto) 

Waedy menyebut, bahwa data yang ia dapatkan di Cileuksa tidak bisa dikomparasikan data yang data yang dirilis oleh BNPB pada hari Ahad kemarin. Namun, ia meyakini bahwa pasti terdapat perbedaan dari kedua data tersebut dengan fakta di lapangan. 

Hal yang senada juga disampaikan oleh Abu Utsman, relawan dari Perdana yang melakukan assessment ke Kecamatan Sukajaya. Abu Utsman menyebut, sekitar 70% pengungsi di Cileuksa telah keluar dari desa Cileuksa. “Pengungsi Desa Cileuksa sudah 70% keluar dari Cileuksa. Mereka mengungsi ke posko kecamatan yang berada di luar Cileuksa. Nah, yang jadi masalah untuk pendataan,  para korban bencana tersebut tidak mengungsi atau berdiam di satu titik. Karena kebanyakan mereka memiliki saudara-saudara di desa-desa sekitar. Jadi, mereka menetap sementara di rumah saudaranya,” ungkap Abu Utsman.

Saat dikonfirmasi semalam, Abu Ustman mengaku, bahkan banyak di antara pengungsi Cileuksa bahkan bolak-balik (keluar-masuk) Desa Cileuksa, baik untuk menengok pengungsi yang masih bertahan di pengungsian desa Cileuksa sekaligus membawakan bantuan logistik, maupun menyambangi rumah-rumah mereka untuk memastikan barang berharga di rumah mereka aman.

Baik Waedy Aldamar maupun Abu Ustman sepakat, bahwa saat ini yang terpenting bukanlah mempermasalah validitas dan tingkat keakuratan data jumlah pengungsi maupun korban. Melainkan, membantu para pengungsi dan korban untuk mendapatkan bantuan logistik maupun mengevakuasi mereka dari wilayah-wilayah terdampak bencana, yang di beberapa masih terisolir akibat akses jalan yang terputus. 

“kita tidak perlu mempermasalahkan validitas data dan membanding-bandingkan dari data yang terhimpun. Karena saat ini yang terpenting adalah membantu para korban bencana, terutama para pengungsi yang masih berada di wilayah-wilayah yang terisolir, agar segera bisa dievakuasi atau mendapatkan bantuan berupa logistik maupun kebutuhan lain secepatnya. Agar mereka bisa terhindar dari kekurangan bahan makanan hingga kelaparan,” pungkas Waedy Aldamar. [Nadeem]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search