Rumah konsep pesanstren

Di Balik Money Game, Skema Ponzi, dan Paytren

- Mei 13, 2019


Money game (skema piramida) adalah sistem pamasaran yang ada biaya kepesertaan (biaya untuk jadi mitra). Lalu mitra mendapat komisi dari biaya kepesertaan mitra baru. Kemudian mitra tergantung pada adanya mitra baru untuk mendapat keuntungan, lebih fokus mendapatkan mitra baru ketimbang menjual produk ke luar jaringan.

Itulah yang terungkap dalam sebuah buku berjudul “1001 Dusta Paytren Yusuf Mansur” yang ditulis Darso Arief Bakuama. 

Money game tentu saja  bisa menguntungkan mitra. Yang dapat banyak mitra baru dibawahnya, dia akan kaya karena mendapat komisi. Tapi money game pastinya juga bisa merugikan mitra. Karena fokus pada perekrutan orang dan jumlah orang terbatas, jumlah target potensial terbatas, maka money game akan mudah mencapai titik jenuh. Saat itulah mitra baru akan sulit mendapatkan mitra yang lebih baru. Rugi karena biaya kepesertaan tak bisa digantikan.

Biaya kepesertaan itu bisa bermacam bentuk. Biaya pendaftaran, biaya pembelian produk sebagai syarat menjadi mitra, atau apapun bentuk biaya yang membuat orang menjadi mitra. Paytren misalnya, biaya kepesertaan adalah biaya upgrade dari lisensi terbatas ke lisensi penuh.

Mitra di Paytren itu adalah orang yang berhak menjual aplikasi, karena Paytren secara legal menjual aplikasi. Bukan hanya orang yang menjual pulsa dengan aplikasi lisensi terbatas. Setiap mitra mendapat komisi sebesar Rp. 75.000 untuk setiap keberhasilan mendapatkan mitra baru. Ada aplikasi lain agar Paytren tidak digugat oleh para mitranya untuk mengembalikan uang Rp. 350.000. Aplikasi itu adalah aplikasi gado-gado yang bisa berfungsi seperti Whatsapp dan video-video tausyiah Yusuf Mansur.

Mencampuradukkan antara pembelian produk dengan biaya kemitraan adalah modus umum MLM dalam menerapkan money game. Dengan demikian, Paytren tergantung adanya mitra baru dan money game. Bisnis yang benar itu mencari orang untuk menjadi pembeli, bukan mencari orang untuk menjadi mitra.

Seperti diketahui, Paytren bukanlah satu-satunya bisnis Yusuf Mansur. Sebelumnya ada Patungan Usaha, Patungan Asset, dan Patungan Sawah. Bahkan Paytren bukan satu-satunya bisnis MLM Yusuf Mansur. Ada juga MLM E-miracle. Semua bisnisnya dihimpun dari dana masyarakat. Sebelum tahun 2008, Yusuf Mansur pernah marasakan getirnya dua kali dipenjara.

Menurut ulama Ustadz Abdul Somad, kalau duit anggota bisa kembali manakala dia tidak dapat anggota lain, itu tidak dilarang. Tapi, kalau tidak bisa balik, itulah ghoror. Ustaz UAS secara jelas menyamakan Paytren dengan Pandawa dan Dimas Kanjeng, suatu skema yang Cuma menjaring anggota baru supaya dapat untung.

Sementara itu, Ustazd DR. Erwandi Tarmidzi, Doktor lulusan S3 Universitas Islam Al Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Arab Saudi, menilai Paytren membodohi masyarakat, hukumnya haram.

Money Game Dilarang


Mengapa Money game dilarang? Menurut penulis Darso Arief, karena money game pasti bubar, sebab money game selalu membutuhkan anggota baru yang lebih dari waktu ke waktu, yang akhirnya sulit terpenuhi, karena orang yang berminat pasti ada batasnya. Kalaupun semua orang berminat, jumlah orang ada batasnya. Pada suatu titik pasti mentok.

“Pada saat bubar, orang yang masuk belakangan akan rugi. Sudah setor uang, tapi uang tak bisa kembali karena tak ada lagi anggota baru.”

Tingkat kerugian peserta money game memang berbeda-beda. Yang paling mengerikan adalah money game dalam bentuk investasi seperti Pandawa Group dan Koperasi Langit Biru. Orang bisa rugi  puluhan juta, ratusan juta bahkan milyaran.

Untuk money game dalam bentuk keagenan dan pembelian barang, kerugian relatif tak seberapa, tapi tetap merupakan suatu kecurangan. Dan untuk semua money game berlaku hitungan yang sama: Jumlah yang rugi akan jauh lebih banyak dari yang untung.

Money game itu bentuk kejahatan yang memanfaatkan jumlah orang yang berlimpah ruah di masa modern ini. Bahkan di negara paling kapitalis pun money game dilarang keras. Prinsip money game adalah siapa cepat dia dapat, yang terlambat jangan berharap.

Ada dua Undang-undang yang melarang money game, yakni: Undang-undang Perbankan No. 10 untuk money game dalam bentuk investasi, dan Undang-undang Perdagangan No.7 dalam untuk money game dalam bentuk pembelian barang.

Sayangnya, undang-undang di Indonesia belum dijabarkan dalam peraturan yang lebih rinci. UU Perbankan terkait pengumpulan dana pun masih diperdebatkan, apakah bisa dikenakan kepada pihak non-perbankan atau hanya pada lembaga perbankan.

Contoh lain dalam UU No 7 tentang perdagangan, hanya melarang adanya komisi dari pendaftaran anggota baru, bukan dari hasil penjualan produk.

Penyelenggara money game punya seribu akal bulus untuk terhindar dari jeratan UU kalau bunyinya hanya seperti itu tanpa aturan tambahan. Selama ini penyelenggara money game pura-pura jualan produk, dan menyamarkan komisi pendaftaran dengan komisi produk. Ini praktek terbanyak yang dilakukan penyelenggara money game.

Di negara maju seperti Amerika dan negara-negara Eropa, segala celah untuk munculnya money game habis-habisan ditutup. Terutama untuk MLM yang selalu jadi wadah kedok money game.

So, kalau perusahaan lebih fokus pada perekrutan anggota ketimbang jualan produk, itu money game. Dan kalau produk lebih banyak dibeli oleh orang yang mau masuk jaringan, bukan pengguna biasa, itu money game. [DAB]
Advertisement


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search